Selasa, 08 Juli 2014

Literatur Pengelolaan Lumpur (Sludge).



Pendahuluan

Lumpur adalah yang dihasilkan dalam instalasi pengolahan air limbah berasal dari hasil pengendapan materi padatan (solids) di dalam unit-unit pengolahan. Berdasarkan sumbernya, lumpur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu primary raw sludge dan waste activated sludge (WAS). Primary raw sludge berasal dari padatan yang diendapkan pada proses pengendapan primer (primary sedimentation). Sementara itu, waste activated sludge ialah flok-flok yang terbentuk dari gabungan mikroorganisme dan sebagian polutan yang teroksidasi selama proses aerasi, yang mengendap di dalam tangki pengendapan sekunder (secondary clarifier).


Tujuan Pengelolaan Lumpur
Lumpur yang dihasilkan dari sistem pengolahan air limbah dibedakan atas lumpur kimia-fisika dan lumpur biologi. Lumpur kimia-fisika berasal dari pemisahan  hasil perlakuaan proses fisika-kimia, sedangkan lumpur biologi berasal dari perlakuan biologi. Umumnya lumpur masih memiliki kadar air yang cukup tinggi, oleh karenanya perlu perlakuan lumpur yang merupakan bagian dari penanganan air limbah. Kedua jenis lumpur tersebut harus dikeluarkan dan dibuang ke luar instalasi pengolahan air limbah (IPAL), tetapi hal ini akan menimbulkan masalah bila langsung dibuang begitu saja dalam jumlah besar ke tempat penimbunan limbah padat. Tujuan utama pengolahan lumpur adalah mengurangi volume lumpur  dengan cara memisahkan air dari dalam lumpur sebelum dibuang, agar mempermudah masalah pengangkutan. Untuk itu pengurangan kandungan air dan volume lumpur merupakan hal yang penting.
Lumpur dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang lebih berbahaya dari air limbah mengingat bahwa:
  • lumpur mengandung pencemar yang lebih terkonsentrasi
  • lumpur tetap memiliki kandungan air yang tinggi
  • lumpur dapat mengandung jenis pencemar baru yang tidak terkandung sebelumnya di dalam air limbah akibat dari penambahan bahan kimia dan dari peruraian senyawa yang terkandung dalam lumpur.
Lumpur yang banyak mengandung padatan diperoleh dari hasil proses pemisahan padat-cair dari limbah yang sering disebut dengan sludge atau lumpur encer, di dalam sludge tersebut sebagian besar mengandung air dan hanya beberapa persen berupa zat padat. Umumnya persentase kandungan air tersebut dapat mencapai 95-99%. Lumpur yang dihasilkan unit pengolahan air limbah dapat dikelola hingga menjadi abu dengan kadar 0,3 % dengan melalui beberapa tahap pengolahan yang meliputi proses pemekatan  dengan proses thickening, proses dewatering, proses pengering dan pembakaran. Filtrat yang dihasilkan dari proses pemekatan dan dewatering dikembalikan ke unit equalisasi (IPAL) untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.
Untuk dapat mengelola lumpur secara efektif dan tepat, maka perlu mengetahui karakteristik lumpur tersebut. Karakteristik lumpur tergantung  pada sumber lumpur dan jenis industri penghasil air limbah serta sistem pengolahan IPAL. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 memuat daftar dari berbagai jenis industri yang menghasilkan lumpur IPAL yang dianggap sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Karakteristik dan Jumlah Lumpur
Karakteristik lumpur sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sumber lumpur, jenis industri penghasil air limbah, proses di IPAL, sifat fisik, komposisi kimia serta tingkat pengolahan yang telah ditentukan. Karakteristik lumpur sangat berbeda untuk setiap jenis lumpur, sehingga prinsip penanganannya berbeda pula. Walaupun demikian, kebanyakan industri melakukan penanganan lumpur yang keluar dari IPAL dalam unit pengolah yang sama. Sebagai contoh lumpur dari industri pulp dan kertas pada umumnya tersusun dari zat berserat, hidro-gel, fines yang non hydrous terutama yang berasal dari bahan pengisi (filler) dan tentunya juga air aliran, air kapiler, air adsorpsi dan air sel.
Air aliran pada lumpur dapat dihilangkan dengan cara pengentalan, sedangkan air kapiler dihilangkan dengan cara mekanis. Untuk jenis air yang lainnya penghilangannya dilakukan dengan metode thermal.  Lumpur yang dihasilkan oleh suatu IPAL dapat dikelompokan dalam 2 jenis, yaitu:
  1. Lumpur kimia-fisika (lumpur mineral)
  2. Lumpur biologi
Selain ke dua jenis lumpur tersebut diatas ada juga lumpur yang berupa fiber berasal dari proses produksi, pada umumnya di industri tekstil.

Lumpur Kimia-Fisika (Lumpur Mineral)
Lumpur kimia-fisika merupakan lumpur yang dihasilkan dari proses pemisahan padatan di unit-unit pengolahan secara fisika-kimia Karakteristik lumpur  adalah sebagai berikut:
  1. Mempunyai warna sesuai dengan jenis senyawa kimia yang digunakan
  2. Mempunyai kandungan padatan 2-8%,
  3. Mempunyai berat jenis yang lebih besar dari lumpur biologi.
Jumlah lumpur kimia – fisika yang dihasilkan tergantung dari:
  • Beban hidrolik dari unit pengolahan penghasil Lumpur
  • Efektifitas koagulan dan flokulan yang digunakan
  • Konsentrasi padatan tersuspensi total (TSS) yang dapat diendapkan
  • Efisiensi tanki pengendap
Pemisahan air pada lumpur kimia-fisika lebih mudah dilakukan dengan cara seperti pengentalan yang diikuti penyaringan.
Lumpur Biologi
Lumpur biologi merupakan lumpur yang dihasilkan dari proses pemisahan gumpalan mikroba di unit pengolahan biologi. Lumpur biologi berasal dari dua bagian yaitu :
  1. Mikroba yang mati
  2. Organik yang tidak terdegradasi oleh mikroba
Karakteristik lumpur biologi adalah sebagai berikut:
  • Mempunyai warna coklat
  • Mempunyai kandungan padatan 0,5-2,5% yang artinya dalam 1 liter lumpur mengandung air sebanyak 97,5-99,5%
  • Mempunyai berat jenis yang rendah, sebesar 1,005 g/mL
  • Mengandung banyak senyawa organik terurai yang mudah membusuk
Jumlah lumpur biologi yang dihasilkan tergantung dari:
  • Beban hidrolis dari unit pengolahan penghasil lumpur dan beban organik.
  • Kecepatan pertumbuhan mikroba yang sangat bergantung pada beberapa faktor, antara lain kondisi proses biologi dan kondisi lingkungan
  • Konsentrasi padatan tersuspensi total (TSS) yang dapat diendapkan
  • Efisiensi tanki pengendap
Perlakuan lumpur pada dasarnya berupa pengurangan volume dan meningkatkan kestabilan sifat lumpur menjadi lebih baik, agar penanganan selanjutnya tidak menimbulkan permasalahan lingkungan.

Proses Pengolahan Lumpur
Sasaran upaya penanganan lumpur adalah menghasilkan lumpur dengan kandungan padatan setinggi-tingginya, atau volume yang sekecil-kecilnya dan stabil serta tidak memiliki dampak lingkungan yang lebih buruk. Peningkatan kandungan padatan (%SS) atau pengurangan kadar air dapat dilakukan melalui beberapa cara. Umumnya upaya pengelolaan terhadap lumpur meliputi tahap-tahap pengerjaan:
  1. Pengentalan atau pemekatan lumpur (sludge thickening)
  2. Stabilisasi lumpur  (sludge stabilization)
  3. Pengeluaran air (sludge dewatering)
  4. Pengeringan lumpur (sludge drying)
Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kelemahannya, sehingga tidak ada satu carapun yang dapat diterapkan untuk setiap jenis lumpur tertentu. Kecuali Tahap Stabilisasi, seluruh tahapan lainnya lebih bertujuan untuk meningkatkan kandungan padatan atau pengurangan kandungan air. Setelah melalui tahapan tersebut tahapan berikutnya adalah Tahap Pembuangan Akhir.
Umumnya persentase kandungan air tersebut dapat mencapai 95-99%. Lumpur yang dihasilkan unit pengolahan air limbah dapat diubah menjadi abu dengan kadar 0,3 %. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap pengolahan yang meliputi proses pemekatan dapat mengurangi volume dari 100 % dengan proses thickening menjadi 50 %, proses dewatering menjadi 5 %, proses pengering menjadi 1,44 %, kemudian dilakukan pembakaran sehingga dihasilkan abu dengan kadar 0,3 %. Filtrat yang dihasilkan dari proses pemekatan dan dewatering dikembalikan ke unit equalisasi (IPAL) untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

Pengentalan Lumpur (Sludge Thickening)
Proses pengentalan lumpur bertujuan untuk meningkatkan kekentalan atau kandungan padatan dalam lumpur dengan cara pengeluaran air. Pada umumnya lumpur yang dihasilkan dari unit pengolahan air limbah masih encer dengan kandungan padatan antara 0,5-1,0% atau kandungan air 99,5-99%, sehingga perlu dipekatkan secara gravitasi hingga 2-3% atau kandungan air 97-98% dengan menggunakan thickener. Pada proses pengentalan tersebut lumpur sebelumnya perlu dikondisikan dengan cara fisika maupun fisika-kimia, agar dapat menggumpal sehingga air lebih mudah dipisahkan.
Pemisahan air dari lumpur kimia-fisika lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan lumpur biologi. Hal ini disebabkan air yang terkandung dalam lumpur biologi adalah hasil perlakuan biologi yang  80% merupakan air sel bakteri. Konsentrasi lumpur sangat mempengaruhi kinerja alat  pengeluaran air dan kandungan air dalam lumpur pekat (cake). Seperti yang ditunjukkan pada gambar 9.3. bahwa makin tinggi kandungan padatan dalam lumpur maka makin rendah kadar air dalam lumpur pekat (cake).

A. Pengentalan Lumpur secara Gravitasi
Pengentalan lumpur secara gravitasi adalah salah satu metode yang umum digunakan. Unit pengental gravitasi bekerja dengan gaya gravitasi seperti halnya dengan tangki pengendap lainnya. Prinsip dasar dan bentuk unit ini juga menyerupai tangki pengendap yang biasa, perbedaannya hanya pada nilai beban permukaan yang lebih rendah. Alat ini berbentuk tangki bundar dilengkapi dengan penggaruk lumpur, seperti yang terlihat pada gambar 9.4. adalah salah satu contoh alat thickener. Pada umumnya diameter tanki tidak lebih dari 25 m dengan kedalaman sekitar 4 m, dengan maksimum hydraulic overflow rate antara 15,5-31 m3/m2, hari untuk lumpur kimia-fisika, sedangkan untuk lumpur biologi antara 4-8 m3/m2, hari, begitu pula untuk lumpur campuran kimia-fisika dengan biologi sekitar 6-12 m3/m2, hari.
Dari data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa dengan alat ini kepekatan lumpur kimia-fisika dapat mencapai kadar padatan kering 5-10% atau kandungan air 90-95%, sedangkan untuk  lumpur biologi hanya mencapai kadar padatan kering antara 2-3% kandungan air antara 97-98%. Hasil pengentalan yang diperoleh untuk lumpur campuran dari lumpur kimia – fisika dan lumpur biologi mencapai kepekatan dengan kadar padatan kering 2-8% atau kandungan air 92-98%,. Unit pengental gravitasi umumnya digunakan sebagai unit pertama di dalam bagian penanganan lumpur.
Kelebihan dengan cara  ini adalah mudah dalam pengoperasian dan perawatan (maintenance). Kelemahan dengan cara ini adalah seringkali timbul lumpur yang naik ke atas (sludge floating) akibat dari terlalu lama lumpur berada dalam bak lumpur karena tidak cepat dikeluarkan. Hal ini dapat menyebabkan kondisi anaerobik sehingga menghasilkan gas. Gas tersebut akan membawa sekelompok lumpur ke permukaan. Ciri-ciri lumpur tersebut adalah berbau dan berwarna hitam.

B.  Pemekatan Lumpur secara Flotasi (Floating Thickening)
Prinsip kerja sama dengan proses flotasi untuk pengolahan air limbah. Alat penggaruk lumpur terdapat di sebelah atas maupun di bagian bawah. Dibandingkan dengan pemekatan lumpur secara gravitasi, alat ini lebih sukar pengoperasiannya dan diperlukan pula penambahan bahan kimia polimer untuk meningkatkan konsentarasi lumpur dari 85% menjadi 98%. Dengan terkonsentrasinya lumpur dapat meningkatkan efisiensi alat. Pemakaian bahan kimia polimer untuk memekatkan lumpur biologi sekitar 2-5 kg berat kering polimer/ mg zatpadat. Penggunaan rasio udara-padatan sangat mempengaruhi kinerja sistem ini, pada umumnya nilai rasio udara-padatan bervariasi, maksimum pada kisaran dari 2-4% untuk mengapungkan zat padat.
Hasil pemekatan dengan sistem ini  mencapai kadar padatan kering antara 4-6% atau kandungan air 94-96% untuk lumpur biologi dengan penambahan bahan kimia polimer, sedangkan tanpa penambahan bahan kimia polimer kadar padatan kering hanya mencapai 3-5% atau kandungan air 95-97%. Kelebihan cara ini adalah waktu tinggal jauh lebih singkat yaitu sekitar 15 – 30 menit dan hasil lumpur lebih pekat, sehingga volume lumpur lebih sedikit. Kelemahan cara ini adalah cara pengoperasian lebih sulit, biaya operasional tinggi, karena ada penambahan bahan kimia, biaya perawatan relatif tinggi dan penggunaan listrik cukup besar. Sistem penyapuan lumpur (scrapper) menggunakan rantai sering bermasalah karena terdapat bagian yang bergesekan. Permasalahan scrapper dapat diatasi dengan mengganti rantai penggerak secara periodik.




Tabel Perbandingan Metode Pemekatan Lumpur
Metode PemekatanBagian
Pemekatan secara gravitasi
Pemekatan secara mekanis
Tipe Dekantasi
Tipe Penyaringan
Model
Pemekatan dengan pengendapan secara gravitasi
Pemekatan secara sentrifugal
Pemekatan dengan penyaringan dan granulasi
Efisien
Pemekatan lumpur
1,5 – 2,5 %
4 % atau lebih
2 – 5 %
Pemisahan cairannya
Tidak stabil
stabil
Stabil
Oprasional Manajemen
Pemakaian energi termasuk (auxiliary machine )
KecilKira – kira 0,1 kWh / m3
Menengah ( medium )Kira – kira 0,6 kWh / m3
KecilKira – kira 0,2 kWh / m3
Parameter operasi dan operasionality
  • Beban lumpur (padatan)
    • Beban permukaan
    • Permukaan Lumpur
    • Cara pengumpanan
    • Effect Sentrifugal
    • Troughput
    • Perbedaan dalam kecepatan perputaran
    • Plat Orifice
    • Troughput
    • Efek pengumpulan
    • Beban permukaan pada pemisahan
    • Lebar meshes


Oprasional Lingkungan
  • Bau
  • kebisingan
  • Menengah
  • Kecil
  • Kecil
  • Menengah
  • Kecil




Stabilisasi Lumpur  (sludge stabilization)
Stabilisasi lumpur merupakan upaya mengurangi kandungan senyawa organik dalam lumpur atau mencegah aktivitas mikroorganisme. Tujuan stabilisasi lumpur adalah agar lumpur menjadi stabil dan tidak menimbulkan bau busuk dan gangguan kesehatan saat dilakukan proses maupun saat pembuangan ke lingkungan. Stabilisasi lumpur dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain adalah  sebagai berikut:

1. Digestasi anaerobik
Proses ini merupakan suatu proses degradasi senyawa organik dalam lumpur secara anaerobik. Stabilisasi ini biasanya hanya untuk lumpur biologi dan dilakukan sebelum proses pengeluaran air dari lumpur. Dengan proses digestasi ini, sekitar 50% senyawa organik dalam lumpur dapat diubah menjadi gas bio yang tersusun dari metan (CH4) dan CO2 apabila di dalam senyawa organik tersebut terdapat kandungan sulfur, maka dihasilkan H2S. Produk gas bio ini sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi, sedangkan lumpur sisa yang diperoleh bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Digestasi lumpur dilakukan dalam tangki tertutup dengan sistem pengeluaran gas dan dapat dilengkapi dengan sistem pengadukan. Waktu retensi yang diperlukan antara 10-20 hari dengan beban padatan antara 2-4 kg/m3. Hasil pemekatan dengan sistem ini  mencapai kadar padatan kering antara 2-5% atau kandungan air 95-98% untuk lumpur kimia-fisika, sedangkan untuk lumpur campuran kimia-fisika-biologi kadar padatan kering hanya mencapai 1,5-4% atau kandungan air 96-98,5%. Kelebihan sistem ini adalah pengurangan volume lumpur dengan penguraian dalam artian pengurangan lumpur diubah menjadi gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi panas. Kelemahan dari sistem ini adalah cara pengoperasiannya agak sulit.

2. Stabilisasi aerobik
Pada prinsipnya proses ini sama seperti proses lumpur aktif pada pengolahan air limbah, yaitu degradasi senyawa organik dalam lumpur terjadi secara aerobik. Proses stabilisasi aerobik dapat dilakukan dalam suatu tanki terbuka, sebelum ataupun setelah dilakukan proses pengeluaran air dari dalam lumpur. Metode stabilisasi aerobik lumpur yang sudah mengalami proses pengeluaran air merupakan bentuk pengomposan yang banyak dilakukan di industri.
Proses stabilisasi dilakukan dengan beban padatan berkisar antara 1,6-4,8 kg/m3,jam dengan waktu retensi 10-15 hari. Udara dimasukkan ke dalam tanki untuk mensuplai oksigen, sehingga kadar oksigen terlarut dapat diperhatikan minimal 1-2 mg/L. Dengan pengaturan pH, kelembaban suhu dan penambahan nutrisi yang sesuai, maka lumpur hasil proses stabilisasi dapat dimanfaatkan sebagai kompos. Hasil pemekatan dengan sistem ini  mencapai kadar padatan kering antara 2,5-7% atau kandungan air 93-97,5% untuk lumpur kimia-fisika, sedangkan untuk lumpur campuran kimia-fisika-biologi kadar padatan kering hanya mencapai 1,5-4% atau kandungan air 96-98,5%. Kelebihan sistem ini adalah lebih mudah dalam pengoperasian dan mudah dalam pengontrolan. Kelemahan dari sistem ini adalah banyak membutuhkan energi, yaitu energi listrik untuk pembangkit oksigen.

3. Stabilisasi dengan kapur
Penambahan kapur ke dalam lumpur mengakibatkan aktifitas mikroorganisme terhenti, tetapi tidak mempengaruhi kandungan senyawa organik dalam lumpur.  Proses stabilisasi ini umumnya dilakukan untuk mengatasi masalah bau yang timbul. Untuk menjamin lumpur tetap stabil, maka pH lumpur harus dipertahankan di atas pH 11,8. Metoda stabilisasi ini perlu pengawasan pH dan juga perlakuan pencampuran bahan kimia kapur dengan lumpur secara baik agar pH lumpur homogen. Hasil pemekatan dengan sistem ini  mencapai kadar padatan kering antara 3-6% atau kandungan air 94-97% untuk lumpur kimia-fisika, sedangkan untuk lumpur campuran kimia-fisika-biologi kadar padatan kering hanya mencapai 1-1,5% atau kandungan air 98,5-99%. Kelebihan sistem ini adalah pengoperasian mudah dan biaya operasional relatif rendah. Kelemahan sistem ini adalah tidak terjadi pengurangan kandungan air atau volume lumpur. Pada pengoperasian sistem ini sering terjadi perubahan nilai pH sehingga perlu dipantau terus menerus.

Pengeluaran air dari lumpur (sludge dewatering)
Tujuan proses pengeluaran air lumpur ialah menghilangkan sebanyak mungkin air yang terkandung dalam lumpur setelah proses pengentalan. Persyaratan kadar padatan kering lumpur yang diinginkan tergantung pada penanganan akhir yang akan dilakukan, umumnya berkisar 30%. Proses pengeluaran air lumpur dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain menggunakan alat:
  1. Belt press
  2. Filter press
  3. Screw press
  4. Drying bed
  5. Centrifugal
  6. Rotary drum vacuum filter
A. Belt Press
Proses pengeluaran air lumpur yang digunakan di industri antara lain belt filter press. Tipe alat ini banyak digunakan di industri pulp dan kertas. Pengeluaran air dari lumpur yang dapat dilakukan dengan alat ini melalui 2 tahapan, :
1. Daerah Pengeluaran Air (Draining Zone)
Pada daerah ini lumpur mengalir dan tersebar secara merata di atas lembaran wire. Pengeluaran air dilakukan tanpa tekanan, hanya mengandalkan gravitasi sampai mencapai kadar padatan tertentu, selanjutnya lumpur memasuki daerah pengeringan bertekanan.
2. Daerah Pengeringan Bertekanan (Pressing Zone)
Air keluar dari lumpur dengan cara dijepit di antara dua belt atau wire sambil ditekan oleh rol secara bertahap di daerah pressing zone, dengan tekanan meningkat sejalan dengan mengecilnya rol. Pada saat dijepit, air diperas ke luar sampai akhir daerah bertekanan, yang selanjutnya memasuki daerah pengelupasan lumpur dari belt atau wire (share zone). Sebelum difungsikan kembali di daerah pengeluaran air, belt atau wire perlu dicuci dahulu. Umumnya kadar padatan kering yang bisa dicapai antara 30-40% atau kandungan air 60-70%, untuk lumpur kimia-fisika dan 22-30% atau kandungan air 70-78%, untuk lumpur biologi. Pengkondisian lumpur dengan menambahkan polimer perlu dilakukan untuk mempercepat dan mempermudah pengeluaran air.
Alat pengering lumpur dirancang untuk beban 150-300 kg padatan kering/m lebar wire per jam untuk lumpur yang sulit dipisahkan airnya, sedangkan untuk lumpur yang mudah dipisahkan airnya 250-500 kg padatan kering/m lebar wire/jam. Belt penjepit baik bagian atas maupun bawah, setelah melepaskan lumpur, perlu dicuci, sebelum difungsikan kembali di daerah pengeluaran air. Kelebihan alat ini adalah kapasitas olah yang besar dan kandungan padatan kering yang relatif tinggi. Kelemahan yaitu membutuhkan biaya operasional yang relatif tinggi karena penggunaan bahan kimia polielektrolit yang tinggi dan kebutuhan energi listrik yang besar. Disamping itu maintenance membutuhkan biaya yang lebih tinggi dan operasional lebih sulit karena permasalahan di belt/wire dan tracking sistem (alat pengarah belt/wire).

B. Filter Press
Prinsip kerja sistem ini adalah memberi tekanan pada lumpur yang berada di antara lempengan-lempengan filter (filter plate). Tekanan diberikan melalui gaya hidrolik di kedua sisi lempengan. Filter ini tersusun dari plate and frame  filter berjumlah banyak, dimana bagian dalam dari frame tersebut ditarik oleh filter kain  yang bersambungan. Setelah frame terkunci karena tekanan hidrolik atau tekanan tangan, lumpur akan tertekan masuk dari tabung suplai ke dalam ruang filtrasi. Air yang tersaring karena tekanan itu akan jatuh dari frame, lumpur akan mengental karena kehilangan air dan tersiasa di bagian dalam. Penambahan tekanan berkisar antara 1-10 kgf/cm2, tetapi karena resistan tekanan yang masuk bertambah besar, maka akan terbentuk cukup adonan di bagian dalam. Apabila sudah terjadi kondisi seperti ini maka pengisian lumpur dihentikan. Tipe alat penyaring tekanan ini umumnya digunakan di industri kecil, antara lain seperti industri tekstil. Kelebihan dari sistem ini adalah sederhana dalam konstruksi dan biaya operasional yang relatif lebih rendah. Kelemahan adalah hanya dapat digunakan untuk penanganan lumpur yang sedikit.

C. Drying Bed
Salah satu metode paling sederhana adalah drying bed atau bak pengering lumpur. Pengeluaran air lumpur dilakukan melalui media pengering secara gravitasi dan penguapan sinar matahari. Lumpur yang berasal dari pengolahan air limbah secara langsung tanpa proses pemekatan terlebih dahulu dapat dikeringkan dengan drying bed. Deskripsi  bak pengering berupa bak dangkal berisi media penyaring pasir setinggi 10-20 cm dan batu kerikil sebagai penyangga pasir antara 20-40 cm, serta saluran air tersaring (filtrat) di bagian bawah bak. Pada bagian dasar bak pengering dibuat saluran atau pipa pembuangan air dan di atasnya diberi lapisan kerikil (diameter 10-30 mmÆ) setebal 20 cm dan lapisan pasir kasar (3-5 mmÆ) setebal 20-30 cm. Media penyaring merupakan bahan yang memiliki pori besar untuk ditembus air. Pasir, ijuk dan kerikil merupakan media penyaring yang sering digunakan.
Pengisian lumpur ke bak pengering sebaiknya dilakukan 1 kali sehari dengan ketebalan lumpur di bawah 15 cm. Mengingat keterbatasan daya tembus panas matahari, maka kedalaman bak ikurang dari 50 cm. Jika lumpur masuk terlalu banyak, permukaan lumpur tampak mengering tetapi lapisan bawah masih basah, sehingga pengurangan air perlu waktu berhari-hari. Jika saringan tersumbat maka air tidak dapat keluar, sehingga pengurangan kadar air tidak terjadi.
Pengurangan kandungan air dalam lumpur menggunakan sistem pengeringan alami dengan matahari, maka air akan keluar melalui saringan dan penguapan. Pada mulanya keluarnya air melalui saringan berjalan lancar dan kecepatan pengurangan air tinggi, tetapi jika bahan penyaring (pasir) tersumbat maka proses pengurangan air hanya tergantung kecepatan penguapan. Kecepatan pengurangan air pada bak pengering lumpur seperti ini bergantung pada penguapan dan penyaringan, dan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin, sinar matahari, hujan, ketebalan lapisan lumpur, kadar air, sifat lumpur yang masuk dan struktur kolam pengeringan. Waktu pengeringan biasanya antara 3-5 hari.
Kelebihan sistem ini adalah pengoperasian yang sangat sederhana dan mudah, biaya operasional relatif rendah dan hasil olahan lumpur bisa kering atau kandungan padatan yang tinggi. Kelemahan sistem ini adalah membutuhkan lahan yang luas dan sangat tergantung cuaca.

D. Screw Press
Screw press seperti terlihat di Gambar 9.10 menghasilkan lumpur kering (cake) dengan kadar padatan kering 30 – 70% atau kandungan air 30-70%.  Apabila lumpur yang akan diolah berasal dari campuran lumpur kimia-fisika dengan lumpur biologi, maka perlu ditambahkan koagulan polimer atau polielektrolit (PE), sebaliknya apabila hanya berasal dari lumpur kimia-fisika tanpa penambahan koagulan polimer atau polielektrolit (PE), dengan pemakaian umumnya sekitar 1-2 ppm.
Besarnya tekanan yang dihasilkan tergantung dari pengaturan perbedaan jarak antara puncak ulir tekan sepanjang poros dengan kekuatan tekan flange penahan yang ditentukan oleh kondisi dan jumlah pegas yang digunakan
Alat screw press sangat hemat energi. Penggunaan alat screw press makin banyak diterapkan di industri khususnya industri pulp dan kertas.

E. Centrifugal
Pada prinsipnya alat ini memisahkan padatan dalam lumpur dari cairan melalui proses sedimentasi dan sentrifugasi. Adabeberapa tipe sentrifugasi tetapi yang umum digunakan adalah tabung horizontal berbentuk kerucut-silindris yang di dalamnya dilengkapi juga dengan screw conveyor yang dapat berputar.Kecepatan putaran conveyor ini sedikit lebih lambat dibandingkan dengan putaran tabung horizontal.
Lumpur masuk melalui suatu tabung yang tak bergerak terletak sepanjang garis pusat tabung, kemudian didorong keluar oleh conveyor dan didistribusikan ke bagian sisi tabung. Lumpur mengendap dan dipadatkan oleh adanya kekuatan centrifugasi, kemudian dibawa oleh conveyor ke daerah pengeringan dalam tabung di bagian yang runcing, cairannya yang telah terpisah dikeluarkan di bagian yang lainnya. Pada sistem ini padatan kering mencapai sampai 50% atau kandungan air 50%. Pengkondisian lumpur dengan menambahkan koagulan polimer adalah untuk mempercepat dan mempermudah pengeluaran air. Pemakaian koagulan polimer antara 2 – 6 kg/ton padatan lumpur kering.
Biaya investasi dan operasi alat sentrifugal mahal, karena diperlukan bahan kimia pengkondisi dan konsumsi energi listrik yang tinggi. Biaya pemeliharaannya juga tinggi jika dibandingkan dengan alat yang lain
.
F. Rotary Drum Vacuum Filter
Penyaringan terjadi pada permukaan drum yang berputar. Drum berputar ini dibagi dalam beberapa bagian yang masing – masing berada di bawah tekanan vakum. Sekitar  20 – 40% bagian drum akan terendam lumpur dan mengambil zat padat membentuk padatan lumpur yang menempel di permukaan karena diserap pompa vakum. Sebelum bagian drum dengan padatan lumpur yang menempel terendam kembali, padatan tersebut akan terlepas setelah dicuci. Lumpur kimia-fisika dapat dikeluarkan airnya sampai mencapai padatan kering sebesar 7-9% atau kandungan air 91-93% tanpa perlu dikondisikan dahulu dengan bahan kimia.
Lumpur biologi mencapai padatan kering sebesar 4-9% atau kandungan air 91-96%, sedangkan     lumpur campuran mencapai padatan kering sebesar 5-9% atau kandungan air 91-95%. Beban lumpur kimia – fisika umumnya 30 kg padatan kering /m2 jam, sedangkan untuk lumpur biologi atau lumpur campuran bebannya lebih kecil yaitu 10 -20 kg padatan kering/m2jam dengan hasil padatan kering sekitar 15% dan sebelumnya perlu dikondisikan terlebih dahulu. Kelebihan dari cara ini adalah kapasitas pengolahan yang besar. Kelemahannya adalah pencapaian padatan kering yang masih rendah dan alat ini lebih cocok digunakan untuk lumpur yang berserat.


Tabel Perbandingan Beberapa Cara Alat Pemekat Lumpur

Pemekat Sentrifugal
Pemekat Bertekanan
Saringan Beltpress
Pemekat
Multi Disc
Pemekat
Screw Press
Struktur dan Prinsip
Lumpur dipekatkan dan dikonsentrasikan dalam drum dengan putaran cepat dan tekanan sentrifugal yang terbentuk sekitar 1000-3000G. Lumpur pekat dibuang dengan screw berputar
Tekanan yang digunakan sekitar 400-500 kPa dengan perbedaan tekanan antara dua permukaan kain saringan dan air yang dibuang. Akhirnya, lumpur ditekan dan diturunkan kadar airnya
Lumpur dipekatkan dalam belt (kain saring) secara gravitasi, selanjutnya disaring diantara dua kain saringan dan ditekan secara bertahap pada bagian atas dan bawah rol. Akhirnya lumpur ditekan secara kuat dan dikurangi kadar airnya
Dengan memutar sejumlah piringan yang terpasang di bagian atas dan bawah pada kecepatan lambat, penghilangan air dilakukan dengan phenomenon kapiler revitalisasi consecutive
Penyaringan secara gravitasi terjadi di bagian luar drum pada setengah operasi. Tahap awal penghilangan air dilakukan dengan tekanan
Hal-hal yang timbul dalam operasional
- Kecepatan injeksi bahan kimia- Pemilihan bahan kimia- Perbedaan jumlah putaran antara ball dan screw
- Pengaturan tinggi luapan air yang akan dipisahkan
- Kecepatan injeksi bahan kimia- Pemilihan bahan kimia- Pengaturan tekanan
- Waktu penekanan
- Pemilihan kain saring
- Kecepatan injeksi bahan kimia- Pemilihan bahan kimia- Pengaturan ketebalan kain saring
- Pemilihan kain saring
- Kecepatan saring dari kain saring
- Kecepatan injeksi bahan kimia- Pemilihan bahan kimia- Perubahan jumlah peralatan saring di dalam dan luar
- Kecepatan injeksi bahan kimia- Pemilihan bahan kimia- Penyediaan lumpur yang berlanjut
- Jumlah screw
Kandungan air di cake
50%
70-80%
60-70%
50-70%
50-70%
Kondisi dan kecepatan injeksi
Injeksikan molekul pengkodisi tinggi pada 0,5-2,5% per unit SS
FeCl3digunakan bersamaan. Injeksikan molekul pengkodisi tinggi pada 0,5-1,0% per unit SS
Injeksikan molekul pengkodisi tinggi pada 1,0-2,0% per unit SS
Injeksikan molekul pengkodisi tinggi pada 1,0-2,0% per unit SS
Injeksikan molekul pengkodisi tinggi pada 1,0-2,0% per unit SS

Pembuangan Akhir (Sludge Landfilling)
Pada tahap akhir, lumpur dibuang ke lingkungan dengan aman dan tidak menimbulkan dampak negatif lingkungan. Pembuangan langsung ke lingkungan dapat menimbulkan dampak lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Sludge landfilling merupakan tahap akhir dari pengelolaan lumpur. Pemerintah Republik Indonesia memiliki peraturan tentang pembuangan lumpur B3 yang sangat ketat dengan sangsi yang berat. Pengelompokan Lumpur B3 antara lain dilakukan berdasarkan:
  • jenis senyawa kimia yang dikandungnya (sumber tidak spesifik)
  • jenis industri penghasil lumpur (sumber tidak spesifik)
Pembuangan akhir limbah lumpur B3 harus dilakukan di lokasi yang ditunjuk oleh pemerintah. Pihak industri dapat membuat fasilitas khusus, walaupun persyaratan dan prosedur rumit. Lokasi pembuangan akhir limbah padat atau landfill merupakan lokasi khusus yang diperuntukkan sebagai tempat penimbunan lumpur dengan desain yang dilengkapi sistem tempat pengumpulan dan pengolahan lindi. Syarat-syarat lokasi penimbunan cake menurut persyaratan landfill yang baik adalah:

Lokasi Landfill (Kep-01/Bapedal/09/1999)
  • Daerah yang bebas dari banjir seratus tahunan
  • Bukan kawasan lindung
  • Sesuai Rencana Tata Ruang (RTR) ditetapkan sebagai lokasi baik untuk peruntukan industri atau tempat penimbunan limbah, merupakan tanah kosong yang tidak subur, tanah pertanian yang kurang subur atau lokasi bekas pertambangan yang telah tidak berpotensi
  • Nilai permeabilitas Max 10-7 cm/det
  • Secara geologi dinyatakan aman-stabil tidak rawan bencana
  • Bukan daerah resapan air tanah tidak tertekan
  • Bukan daerah genangan air, berjarak 500 m dari aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun, danau, waduk untuk irigasi pertanian dan air bersih
Program pemantauan Landfill yang perlu diperhatikan:
  1. Lindi (Leachate) yang dihasilkan dari limbah
  2. Jumlah kebocoran lindi yang melewati lapisan landfill
  3. Migrasi gas yang melewati lapisan landfill
  4. Kualitas air tanah sekitar lokasi landfill
  5. Karakteristik gas dalam limbah ( tekanan, suhu, kandungan gas metan)
  6. Gas dalam tanah dan atmosfer disekitar lokasi landfill
  7. Jumlah dan kualitas lindi dalam tanki pengumpul lindi.

Tabel Program Pemantauan terhadap Lingkungan
No
Lokasi
Parameter
Frekuensi Pemantauan
1.
Air Tanah
Kualitas air tanahVOCs
Bulanan-Kuartal-triwulanSetiap tahun
2.
Kinerja Lapisan (Liner Performance) :
  • Lisimeter (Lysimeters)
  • Konduktifitimeter
Kuantitas dan kualitas
Kunduktifitas
Kuartal
Kuartal
3.
Gas Landfill :
  • Saluran Penampung
  • Sumur penampung
  • Stasiun LFG flare
  • Probe migrasi gas
  • Kondensat
Tekanan statis, aliran, suhu, konsentrasi gas metan
Tekanan statis, aliran, suhu, konsentrasi gas metan
Tekanan statis, aliran, suhu, konsentrasi gas metan
Tekanan, konsentrasi gas yang dapat terbakar
Kuantitas dan  kualitas
Mingguan
Mingguan
Harian
Bulanan
Bulanan
4.
Lindi (Leachate) Landfill
  • Lindi
  • Stasiun pompa
  • Buangan ke sungai
  • Sistem Penampungan lindi
Kuantitas dan kualitas
Pelampung
Kuantitas dan kualitas
Sedimen
Bulanan
Kontinyu
Kontinyu untuk kuantitas dan bulan untuk kualitas
Satu tahun sekali
5.
Air Pemukaan
FlowKualitas
KontinyuTriwulan
6.
Kondisi Iklim
Kecepatan angina, suhu, tekanan barometric
Kontinyu
7.
Pemulihan Lokasi (Pasca Landfill)
  • Pelapisan (penutup) akhir
  • Bau
Erosi, resapan permukaan, air tanah, cracking ponding
Resapan permukaan
Kontinyu
Kontinyu








NB : Ini bahan Tugas yang saya kerjakan , 

SEMOGA BERMANFAAT :)

8 komentar:

  1. Permisi, kalau boleh tau ini sumbernya darimana ya, apakah ada buku atau jurnalnya? Saya ingin menggunkana artikel ini untuk refrensi dalam penelitian saya. Terimakasih sebelumnya.

    BalasHapus
  2. Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller dan waste water treatment ,STP, nutrisi, bakteri dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di(081310849918) email tommy.transcal@gmail.com

    BalasHapus
  3. mohon izin bertanya.

    sumber yang anda tulis darimana ya? masukkan buat postingan seperti ini harus ada sumber yang jelas mengenai artikel seperti ini.

    Terima kasih

    BalasHapus